Pages

Senin, 05 Desember 2011

Johan, Awal dari Pembaharuan


“Sambut salam hangat saya…
Salam kemenangan,
Salam penuh berkah,
dan salam keselamatan..
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Inilah salam khas yang selalu diucapkannya. Dialah Johan Rio Pamungkas. Mahasiswa program studi Korea Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya angkatan 2006. “Bang Jo” begitulah kami biasa memanggilnya.
Mungkin sosok Bang Jo tidak begitu dikenal dikalangan MaBa (Mahasiswa Baru) UI termasuk saya. Namun, jangan salah. Bukan berarti Bang Jo tidak eksis, tapi mungkin karena saat kami masuk UI, Bang Jo sudah tidak lagi menjadi pemimpin sebuah lembaga atau organisasi yang bisa membuatnya terlihat. Bahkan, setelah melihat sepak terjangnya di UI ini, wajar jika saya menyebutnya lahir dari rahim kepemimpinan.
Ada yang menarik ketika saya menanyakan kepada bang Jo,”Sebenarnya apa kepemimpinan itu?” Sebuah teori baru pun ia keluarkan. Baginya, pemimpin adalah 5 jari.
 Jempol, dialah motivator.
Telunjuk, dialah instruktor dan pemberi arah kerja.
Jari tengah, dialah penengah dan hakim jika terjadi perselisihan ataupun kesalahpahaman dalam organisasi.
Jari manis,dialah pelengkap.
Kelingking, dialah pelayan.
Itulah filosofi 5 jari yang ia gunakan untuk menggambarkan seorang pemimpin seharusnya. Ia tidak ingin meniru teori orang lain dan menciptakan teori baru berdasarkan pengalaman serta pengetahuannya. Sederhana memang. Namun, dari konsep sederhana tersebut, terlihat jelas bahwa orang ini adalah orang yang kreatif, visioner dan bertanggung jawab. Beberapa sifat dan karakter yang memang wajib dimiliki oleh pemimpin masa kini.
Kiprah kepemimpinannya dimulai saat ia masih menjadi mahasiswa baru. Saat itu, mungkin pria kelahiran Jakarta, 1 Februari 1989 ini terlihat biasa-biasa saja seperti maba lain. Apalagi berasal dari sebuah program studi yang baru berdiri. Siapa sangka dari dalam kepala dan seluruh raga serta jiwanya, akan banyak bermunculan ide-ide serta pemikiran yang dapat merubah hidup banyak orang. Kepala yang tadinya biasa-biasa saja itu secara tiba-tiba menjadi istimewa tatkala ia mulai melancarkan serangannya. Sebuah ide untuk mendirikan Himpunan mahasiswa Jurusan untuk jurusan tercintanya yang baru saja berdiri nampaknya akan merubah hidupnya. Karena hal itu, ia pun didaulat untuk menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Koreanologi FIB UI (2006-2007). Dari sini lah petualangan kepemimpinannya dimulai.
            Sebagai alumni ROHIS SMA 38, Bang Jo lebih terbiasa berada dalam organisasi yang bersifat homogen. Jabatannya sebagai ketua HMJ Korea adalah kali pertama ia menjadi seorang pemimpin dan langsung harus memimpin orang-orang yang lebih heterogen. Namun, nampaknya hal ini tidak lantas membuatnya gagal. Terbukti ketika untuk kedua kalinya dia dipercaya oleh teman-temannya untuk memimpin organisasi mereka. Jika bukan karena sosok Bang Jo yang memang disegani oleh orang-orang yang ada disekitarnya maka hal ini tidak akan terjadi.
            Perjalanannya tak berhenti di situ. Tahun 2008, ia dibai’at untuk menjadi wakil ketua BEM FIB UI. Dan, di tahun 2009 ia benar-benar menggemparkan seluruh wilayah UI ketika tiba-tiba muncul sebagai hakim Mahkamah Mahasiswa.
Banyak yang bertanya-tanya bagaimana seorang anak sastra bisa menerobos ke dalam inti Mahkamah Mahasiswa yang bisa dibilang wilayahnya anak hukum. Semua hasil yang dicapai Bang Jo tentu saja tidak didapatnya dengan mudah. Banyak harga yang harus dibayarkan olehnya untuk sampai di titik tersebut. Untuk mencalonkan diri sebagai hakim Mahkamah Mahasiswa, ia perlu memepelajari seluk beluk konstitusi yang bukan merupakan konsentrasinya. Namun, dia berhasil melewati itu semua. Dan akhirnya ia pun membuktikan pada dunia bahwa tidak hanya anak hukum yang mengerti tentang hukum.
Berbagai permasalahan yang tak pernah diduga sebelumnya ia temui di sepenjang perjalan kepemimpinannya yang akhirnya membuat dia terus belajar, belajar, dan belajar. Masalah besar pertama muncul ketika ia masih menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Koreanologi FIB UI. Masalah yang berawal dari perbedaan pendapat tentang inisiasi jurusan-perlu tidaknya di adakan inisiasi yang saat itu masih identik dengan perploncoan-akhirnya membuatnya dijauhi oleh teman-teman se-jurusannya. Namun, toh akhirnya ia berhasil menyelesaikan masalah tersebut dan tetap dipercaya untuk menjadi ketua.
Terlebih lagi, ketika menjabat sebagai wakil ketua BEM FIB, ia menghadapi masalah yang mungkin kita kira hanya terjadi dalam sinetron. Namun, ini kisah nyata. Masih dengan permasalahan yang sama, boleh tidaknya melakukan inisiasi jurusan ke luar UI, yang akhirnya berujung dengan dibekukannya beberapa HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) selama kurun waktu tertentu. Hal ini memicu kesalahpahaman antara HMJ dan BEM hingga tiba-tiba suatu hari ada seorang teman satu fakultasnya datang ke rumah dan menodongkan pistol ke arahnya. Sampai-sampai polisi dan direktur kemahasiswaan UI pun turun tangan untuk mengatasinya. Inilah resiko menjadi pemimpin yang ingin melakukan pembaharuan dan perbaikan sistem di lingkungannya yang biasanya memang tidak sesuai dengan adat maupun budaya yang sudah terbentuk. Namun, toh ia tidak mundur begitu saja. Ia lebih memilih untuk mengajak orang yang sudah mengancam hidupnya itu untuk duduk dan membicarakan masalah ini secara baik-baik. Inilah metode penyelesaian masalah dalam organisasi yang masih ia pegang teguh sebagai metode yang paling baik dan efektif. Dan saya sangat setuju akan hal itu. Buktinya sampai sekarang ia masih baik-baik saja.
            Begitu juga ketika orang yang dipimpinnya mendapat masalah karena kebijakan dan keputusan darinya, ia langsung turun tangan. Ia akan langsung mengatakan kepada orang yang bermaslah dengan anak buahnya itu utnuk langsung menghadapnya karena dialah yang bertanggungjawab atas hal itu. Mungkin ini sesuai dengan salah satu kutipan favoritnya, yaitu “Aku tidak akan pernah membiarkan anak buahku mati sesuka hati mereka atau mati begitu saja” (Inspirasi dari miniseri “Band of Brothers).
            Beberapa kesibukan selama di kampus yang lain, antara lain, menjadi staf  bidang sosial-politik Dakwah Kampus FIB UI (2006-2008), penanggung jawab bidang sosial-politik Dakwah Kampus FIB UI (2009), penanggung jawab bidang kaderisasi Dakwah Kampus FIB UI (2009), serta koordinator Dakwah Kampus FIB UI (2010). Nampaknya ia ingin menyeimbangkan kehidupan dunia serta akhiratnya. Selain itu, Bang Jo juga mempunyai beberapa prestasi, antara lain peraih beasiswa PT. Samsung Korea (2006), pemenang lomba Blog Inspiratif “Kata Maya” (2007), pemenang lomba “Tetap Bersemangat” Arif Dahsyat (2008), penulis di Media Massa Nasional maupun Internasional, penulis buku “Percakapan Bahasa Korea untuk Pemandu Wisata”. Hal ini membuktikan bahwa sibuk dalam organisasi bukan berarti tidak bisa berprestasi.
            Sabtu, 5 Februari lalu, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya. Ia sekarang sedang sibuk menjadi asisten peneliti pembuatan kebijakan kesehatan. Kesibukannya yang lain adalah pengajar bahasa Inggris Islamic Course Centre, trainer Pusat Latihan Kepemimpinan I’M Next Indonesia, serta KaBAR(Keluarga Besar Alumni ROHIS) 38. Agak kurang nyambung memang dengan statusnya sebagai Sarjana Sastra Korea. Inilah dia. Orang yang tidak eksklusif untuk satu hal. Namun, ketika ada peluang untuk berkontribusi, ia langsung mengambilnya.
Dialah Johan, yang dengan gaya kocak namun berwibawanya bisa dengan mudah mempengaruhi orang lain
Dialah Johan, orang yang ganteng (ini berdasarkan subjektif dia sendiri).
Dialah Johan, Pahlawan bagi orang-oarng yang pernah bekerjasama dengannya utnuk melakukan perubahan.
Dialah Johan, gentlemen yang tidak takut dengan siapapun kecuali Allah selama apa yang diperjuangkannya itu benar.
Dialah Johan, seseorang yang hebat yang memberikan banyak inspirasi untuk orang yang disekitarnya.
Dialah Johan, pria yang moody.
Dialah yang selalu percaya bahwa manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain, sesamanya dan bahkan makhluk hidup lain dan bermanfaat bagi seisi bumi (Inspirasi dari Qur’an dan Hadis Nabi)
Di manapun ia berada, disitu ada sebuah pembaharuan.

Haniatur Rosyidah
FIB 2010
Student Development Program
University of Indonesia
2011

0 komentar:

Posting Komentar