Oleh: Haniatur Rosyidah, FIB, 2010
Buruh tani, mahasiswa, rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba
Marilah kawan, mari kita kabarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu tentang pembebasan
Di bawah kuasa tirani
Kususuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
(Buruh Tani, Marjinal Predator)
Ingatkah kalian dengan lagu tersebut? Lagu itu menggambarkan bagaimana perjuangan mahasiswa bersama dengan rakyat untuk menumbangkan penindasan di masa Orde Baru. Dengan mengorbankan harta dan jiwa, saudara-saudara kita membela rakyat yang tertindas. Namun, di saat kemerdekaan ini telah lama diproklamasikan dan reformasi telah lama ditegakkan, masih banyak rakyat yang tertindas dan terpinggirkan di negerinya sendiri. Banyak rakyat yang tidak bisa makan di negeri agraris ini. Banyak penduduk yang tidak bisa minum di negeri maritim ini. Hal ini disebabkan oleh kebodohan yang terus merajalela di negeri ini. Indonesia adalah negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam. Namun, karena kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, akhirnya semua sumber daya alam dikelola oleh orang asing dan akhirnya pun dimiliki oleh mereka. Indonesia juga memiliki banyak sekali kesenian yang seharusnya menjadi kekuatan untuk memperkenalkan Indoneisa dimata dunia. Namun, lagi-lagi bangsa kita terlalu apatis dengan hal itu. Kita lebih senang menjadi penonton saat orang-orang asing dengan lihai menggelar pertunjukkan seni dan budaya kita. Bukannya kita harus menutup diri pada bangsa lain, tapi seharusnya hal ini malah menjadi asset untuk bangsa ini, misalnya dengan membuka sekolah seni yang akhirnya menumbuhkan bibit-bibit baru di bidang seni dan budaya. Merekalah yang nantinya akan terus memperkenalkan Indonesia dimata dunia. Apabila bangsa sendiri saja sudah terlalu apatis dengan seni dan budayanya sendiri, bukan tidak mungkin suatu hari nanti salah satu seni dan budaya kita, misalnya wayang akan diklaim oleh negara lain hanya karena lebih sering dimainkan oleh mereka.
Bangsa ini lebih menghargai orang asing dari pada bangsanya sendiri. Sebagai bukti, baru-baru saja ketika Obama datang ke Indonesia hanya untuk beberapa jam, jalan yang akan dilewatinya pun ditutup sejak pagi, Universitas Indonesia Depok diliburkan, bahkan Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang berada di Salemba yang seharusnya tidak terkena imbas kedatangan obama pun diliburkan. Warga harus memutar untuk pergi ketempat kerjanya sendiri. Perusahan-perusahaan asing mendominasi perekonomian Indonesia. Rakyat Indonesia hanya menjadi buruh perusahaan-perusahaan raksasa yang sangat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Indonesia tersebut. Bahkan pemerintah terus menerus mengekspor sumber daya manusianya keluar negeri hanya untuk dijadikan pembantu. Dengan hukum Indonesia yang begitu lemah di mata dunia, akhirnya banyak dari mereka yang pulang tinggal nama atau pulang dengan membawa anak yang tidak terurus nasibnya.
Selain itu, masalah lain yang dihadapi oleh bangsa ini seperti pendidikan yang belum merata, pemerintahan yang masih korup, lembaga peradilan yang belum benar-benar adil, serta wakil rakyat yang belum merakyat menambah kesenjangan sosial yang ada. Di saat rakyat kecil membanting tulang untuk mencari sesendok nasi serta seteguk air, di saat itu pula wakil rakyat mangendarai kendaraan seharga lebih dari 1 milyar yang di dapat secara gratis dari uang rakyat. Yang kaya makin kaya dan yang miskin tambah miskin. Pendidikan yang belum merata menambah parah keadaan negeri ini. Kesenjangan intelektual antarsuku pun tidak dapat dihindarkan. Proklamasi Indonesia memang sudah dikemandangkan. Namun, faktanya Indonesia masih terjajah oleh sikap konsumerisme yang sudah mendarah daging di setiap insan negeri ini. Akhirnya Indonesia pun menjadi negara yang minim akan karya baik dalam bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan maupun teknologi. Bagaimana tidak? Bahkan minat baca anak-anak Indonesia yang menjadi sumber utama ilmu pengetahuan serta teknologi saja masih sangat rendah.
Berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian. Sementara itu, berdasarkan penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009. Sedangkan, berdasarkan data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.[1]
Indonesia juga mungkin patut berbangga karena ‘berhasil’ menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara surveilances dari PERC (Political & Economic Risk Consultancy) 2009 yang dirilis Senin tanggal 8 Maret 2010.[2]
Karena itu, bangsa ini sangat merindukan orang-orang yang akan masih memiliki jiwa yang bersih yang nantinya akan memimpin dan menjadi policy maker di negeri ini. Orang-orang yang sekarang dipanggil pemuda yang masih memiliki semangat untuk merubah dan memperbaiki bangsa ini. Hanya pemuda yang bisa melakukan semua itu dan mahasiswalah yang paling berpotensi menjadi barisan terdepannya. Seperti yang dikatakan oleh Shofwan Al-Banna bahwa mahasiswa adalah representasi kelompok kecil bernama “pemuda”itu. Di antara klasifikasi pemuda yang lainnya, mahasiswa adalah kelompok yang dianugerahi kelebihan yang signifikan yakni kesempetan untuk mengembangkan intelektualitas. Sebagai konsekuensinya, seharusnya mahasiswa adalah garda depan dalam membangun masyarakat adil dan makmur yang dicita-citakan oleh prokamasi kemerdekaan Indonesia.[3]
Mahasiswa. Sebuah status yang hampir semua orang bangga memilikinya. Sebuah masa peralihan dari remaja yang masih labil dan plin-plan menuju usia kedewasaan yang penuh dengan kebijaksanaan, berpikiran kritis serta berpengetahuan luas. Sebuah status dimana setiap orang menumpukan harapan bangsa padanya. Sejarah Indonesia juga telah mencatat bahwa pemudalah yang menjadi pembaharu untuk Indonesia. Indonesia merdeka karena pemuda. Indonesia lepas dari tirani dan tercipta reformasi juga karena pemuda, lebih khususnya lagi mahasiswa.
Namun, faktanya senjata tajam dan lemparan batu mewarnai hampir setiap aksi demonstrasi mahasiswa. Aksidemonstrasi yang seharusnya menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi kita serta teman-teman kita, dijadikan wadah untuk merusak fasilitas kampus, tawuran antar fakultas, bahkan merusak fasilitas umum. Inilah potret kehidupan mahasiswa saat ini. Idealisme. Lagi-lagi idealisme yang menjadi alasan mereka untuk membenarkan tindakan yang mereka lakukan. Apakah mereka pernah berpikir berapa banyak kerugian yang mereka buat, berapa banyak warga yang resah karena mereka? Inikah mahasiswa yang katanya kaum intelektual, agent of change, agent of social control dan sederet title ‘keren’ yang di berikan oleh masyarakat untuk mereka? Tidak. Mahasiswa bukanlah kaum pinggiran yang hanya bisa berteriak tanpa bertindak. Mahasiswa bukanlah manusia tak berpendidikan yang mudah emosi ketika ada kebijakan kampus yang tidak sesuai dengan dirinya hingga merusak fasilitas kampus. Mahasiswa bukanlah anak kecil yang saling mengejek saudaranya yang berbeda dengan dirinya. Mahasiswa bukanlah tikus haus kekuasaan yang menyerang saudaranya saat calon yang di usungnya memperoleh suara lebih rendah. Idealismelah yang seharusnya membuat kita merasa harus membela rakyat yang tertindas oleh kebijakan pemerintah. Idealismelah yang seharusnya membuat kita tidak menjadi ‘boneka’ pemerintah. Namun, sekarang kita sering menggunakan kata idealisme untuk menghalalkan semua tindakan kita. Bukan untuk memperjuangkan nasib rakyat. Bahkan, banyak mahasiswa yang tidak menghargai dan tidak serius saat kuliah. Padahal, dari seluruh jumlah populasi rakyat Indonesia, mahasiswa hanya dua persennya. Kuliah kabur-kaburan, ujian contekan, skripsi pun membayar orang.
Mahasiswa adalah agen pembaharu. Mahasiswa yang masih berjiwa muda sangat diharapkan bisa berkontribusi lebih untuk masyarakat. Apalagi dengan tridharma perguruan tinggi yang telah diusung universitas yakni penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat, seharusnya mampu merubah paradigma mahasiswa bahwa kita kuliah tidak hanya untuk diri kita sendiri, tapi ada berjuta masyarakat yang telah menunggu kita di luar sana. Rakyat miskin, anak jalanan, serta gelandangan, masih menunggu kita untuk merubah nasib mereka. Karena memang kitalah yang suatu saat nanti duduk di kursi pemerintahan menggantikan orang-orang di atas sana. Mereka yang sekarang sudah banyak melenceng dari niat awal mereka dan menghambakan diri pada kekuasaan dan harta. Namun, jika saat menjadi mahasiswa saja banyak mahasiswa yang bersikap apatis dengan keadaan disekitarnya, bagaimana saat mereka sudah menjadi pemimpin. Mungkin melirik yang di bawah pun tidak ingin.
Perlu disadari dan ditanamkan dalam diri setiap pemuda bahwa pemimpin adalah seseorang yang dapat merangkul semua pihak, seseorang yang mendukung semua pihak asalkan sesuai dengan ideologi bangsa, serta orang yang adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Dua aspek terakhir ini sangatlah penting dan tidak boleh dipisahkan. Orang yang adil belum tentu bijaksana dan orang yang bijaksana kadang dirasakan kurang adil oleh orang lain. Lembaga peradilan dan lembaga hukum akhir-akhir ini sering tersandung masalah karena adanya mafia hukum didalamnya. Hal ini akn terjadi jika seseorang sudah tidak mempunyai kredibilitas serta tanggung jawab terhadap apa yang telah di amanahkan kepadanya. Karena itu, jiwa kepemimpinan harus ditumbuhkan sedini mungkin. Jangan sampai di kampus kita hanya ongang-ongkang kaki menikmati kekayaan orang tua kita. Namun, ingatlah bahwa suatu saat nanti kita yang akan memimpin bangsa ini. Kita yang akan membuat kebijakan yang berpihak tidak hanya pada orang kaya tapi juga oarng miskin. Kita yang nantinya akan meniadakan batas antara golongan atas dan bawah.
Selain itu, mahasiswa juga harus membekali dirinya dengan intelektualitas yang bersaing di kancah dunia. Sebagian besar masalah yang tmbuh dan berkembang di Indonesia disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menjawab tantangan dunia baik dalam bidang ilmu pengetahuan dn teknologi. Sebagian besar penduduk Indonesia tertinggal akan hal ini. Mereka sudah terlenakan oleh semua teknologi yang ada sehingga otak mereka sudah malas berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru. Karena itu, masyarakat membutuhkan pemimpin yang cerdas dan nantinya bisa mewujudkan keinginan suci dari pejuang-pejuang kita yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan anak bangsa. Kita bisa mencontoh teman-teman kita di asrama mahasiswa Universitas Indonesia yang membuat sekolah gratis bernama volkschool yang diperuntukkan bagi anak-anak SMP yang putus sekolah.
Satu lagi hal yang paling penting dan harus dimiliki oleh semua pemimpin di negeri ini, yaitu hati. Kita tentu pernah mendengar ada seorang nenek yang diadili karena mencuri satu buah semangka. Memang nenek itu berbuat salah. Namun, apabila diukur dengan hukuman koruptor, ini sangatlah tidak sebanding. Di penjara, koruptor atau mafia hukum masih bisa menikmati kamar penjara elite bak hotel berbintang lima. Padahal, mereka memakai uang rakyat dan mungkin uang nenek yang mencuru semangka tadi juga dipakai oleh mereka sehinnga nenek tersebut tidak bisa makan. Seperti inilah jika manusia memimpin hanya menggunakan akal tanpa hati. Hanya uang dan fakta yang dipikirkan. Mereka tidak memikirkan apa alasan nenek tersebut mencuri semangka. Mereka acuh dengan keadaan dan latar belakang rakyatnya.
Mahasiswa, Indonesia merindukan pemuda yang jujur dan adil, yang tidak akan terpengaruh dengan harta, tahta serta wanita yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa nantinya. Semua itu ada padamu, mahasiswa. Dengan idealisme yang masih terus kalian pegang erat, kalian tidak akan hanya menjadi ‘boneka-boneka’ kekuasaan. Karena itu, jangan sampai idealisme kalian itu hanya menggema saat kalian memakai jas almamater, tapi luntur ketika sudah menjadi memakai baju berdasi. Manfaatkanlah waktu ini untuk mencari pengetahuan serta pengalaman yang sebanyak-banyaknya. Evaluasilah diri agar kita bisa terus memperbaiki diri dan ketika kita sudah menjadi seorang pemimpin bangsa, tidak ada lagi kata belum siap. Tidak ada lagi kata kurang professional untuk kita. Hari-hari esok adalah milik kita. Karena itu, marilah kawan, mari kita kabarkan, di tangan kita tergenggam arah bangsa.[4]
[3] Kata pengantar makalah mapres UI
[4] Dikutip dari lirik lagu buruh tani karya Marjinal Predator
0 komentar:
Posting Komentar